Implementasi Penggunaan Komputer sebagai Alternatif Media Pembelajaran terhadap Peningkatan Kesiapan Tes AKM bagi Kelas 5 Tingkat Sekolah Dasar atau Sederajat

Pengertian AKM, Komponen-komponen dari literasi dan numerasi yang diukur pada AKM, Klasifikasi Kesiapan Komputer Sekolah untuk AKM, Spesifikasi Komputer Yang Dipakai, Pengisian Perbaikan TIK, Tantangan Terberat dalam Penyelenggaraan AKM tingkat SD

Authors

  • Novita Barokah Rizky Mardiana, Fina Nur Afaeni, Novita Barokah
  • Rizky Mardiana
  • Fina Nur Afaeni

Keywords:

Peserta AKM, Penilaian berbasis Komputer, Implementasi

Abstract

Sebagai alternatif alat ukur UN, AKM berkomitmen menjadi tolok ukur literasi dan numerasi, mengacu pada survei internasional yang umumnya diikuti banyak negara. Bedanya, pelaksanaan AKM tahun 2021 hanya mengukur keterampilan/kemampuan literasi dan numerasi, dilengkapi dengan survei karakter dan survei lingkungan belajar. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menetapkan sendiri model penilaian berbasis komputer untuk menggelar AKM nantinya. Pilihan ini tepat karena semua SD, SMP dan SMA/SMK menargetkan jumlah siswa yang banyak. Jika saja jumlah peserta AKM diperkirakan tetap 30 siswa per satuan pendidikan (masih dalam pembahasan), diperkirakan akan ada 6,5 juta siswa, termasuk 4,4 juta siswa SD, 1,2 juta siswa SMP, dan 400.000 siswa SMA dan 05 juta siswa SMK akan mengikuti AKM. Meski ada ketidakpastian jumlah 30 siswa di setiap jenjang, dan dirasa cukup kecil,
terutama di jenjang SMP, SMA, dan profesional, namun jumlah peserta AKM masih sangat besar. Bahkan mobilisasi yang diperlukan dalam konteks pengujian pasca penempatan tentu tidak sesederhana itu. Penerapan AKM berbasis komputer juga menjadi solusi untuk menghilangkan masalah kebocoran dan
penipuan, serta dapat mempersingkat proses pendistribusian masalah yang sangat rumit dan lama. Namun sejauh ini penilaian berbasis komputer masih memiliki beberapa permasalahan dan kelemahan teknis yang harus segera diselesaikan. Mulai dari implementasi yang tidak seimbang akibat infrastruktur yang kurang memadai, hingga kecepatan koneksi internet antar sekolah dan daerah yang berbeda. Selain
itu, sering terjadi masalah teknis, seperti komputer server dan komputer klien tiba-tiba logout dan melambat, virus, dan jendela pop-up browser sering muncul. Tak hanya itu, bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah di desa-desa terpencil, tentunya mereka menganggap laptop sebagai barang mewah. Tetapi dengan mengubah variabel kehidupan perkotaan, memiliki komputer laptop mungkin menjadi hal yang biasa.

Downloads

Published

2021-12-29